h. asdar: " bener nih mba mau ikut ke bagan??.."
dina : " iyah.. bener pak... saya kan harus ikut..
h. asdar: "mau nginap atau langsung pulang??.."
dina : " nginap dong pak.. ya pokoknya saya mau ambil gbr lengkap.. semua aktivitas di bagan"
h. asdar: " hmm.. ooh ya udah nanti kita buatkan tangganya, biar mbaknya
gampang nanti naiknya.. kalau istri saya dulu naik bagannya saya
gendong"
dina : " oohh iya ya pak.. pokoknya saya ikut yaah...nanti sore kami udah standby di sini"
Dengan gagah berani pokoknya saya ngotot ikut... saya nggak tau seperti
apa bentuk dan rupanya bagan milik haji asdar.. yang saya tau bagan itu
terapung di lautan atau sungai, untuk tangkap ikan, dengan rumah kecil
diatasnya.. lagi pula dari keterangan pak camat, bagan para nelayan di
sebatik itu luasnya sekitar 25 m2. hmm lumayan luas kan?...
kata pak camat juga, bagan bagan nelayan sebatik itu berada di ambalat
atau ambang batas laut antara Indonesia dan Malaysia... itulah yang
membuat episode ikan teri ini langsung diamini oleh produser.. pokoknya
semangat banget deh...
tapi itu adalah kondisi di siang hari..dan saat malam tiba, nyali saya
langsung ciut saat melihat sosok bagan yang bikin penasaran itu... Oh My
God... senyum dan tawa saya langsung hilang melihat bagan yang akan
saya tinggali selama satu malam nanti..
tinggi bagan sekitar 4 meter dari permukaan air laut.. dan hanya berupa
batang batang kayu.. gak ada alasnya.. hanya ada alas jaring untuk
menjemur ikan teri.. bagan ini dilengkapi lampu di bagian dasarnya untuk
memancing ikan teri masuk perangkap jaring... ini juga alasannya kenapa
nelayan bagan baru bekerja malam hari..
anak buah haji asdar dengan cekatan memanjat kayu kayu bagan dan memasang 4 batang bambu untuk dijadikan tangga..
dan saya masih ternganga ...gak percaya ini akan terjadi... mau balik
pulang itu juga tengsin..udah semangat siangnya, masa' langsung ciut..
lagian kasian wisnu kalo dia sendirian. saya masih berusaha menenangkan
pikiran dan tetap menjaga wibawa.. heheheh..
tapi tetep aja gak bisa boong kalo saya emang takut banget naik ke
bagan... bukan apa-apa sih.. masalahnya adalah bentuk bagan itu sendiri
yang cuma pijakan batang bambu, trus tambah lengkaplah ketakutan karena
gak bisa renang.. saya cuma bayangkan, kalo pas menginjak bambu, trus
kepeleset.. padahal bawahnya langsung laut.. hadooohh... susah bener yak
kerjaan ini...
tapi akhirnya saya sampai diatas juga dengan gemetaran menyusuri bilah
bambu..dibimbing pak camat dan haji asdar, dan diiringi tawa wisnu yang
menyebalkan..
sampai di atas bagan saya menuju ke tempat yang paling aman.. sebuah
gubuk berukuran 1x3 meter..biasanya disinilah tempat berisitrahat para
nelayan bagan.. di dalamnya lengkap ada kompor, wajan, panci, sampe
soundsystem.. biar sempit, inilah tempat yang paling aman dan nyaman
selama di bagan...setidaknya sampai takut saya ilang atau berkurang...
dari lantai kayu gubuk terlihat jelas ombak lautan di bawah... huuffhh..
tapi paling nggak lantainya cukup rapat...
Cukup lama saya menenangkan diri di dalam sambil buat naskah.. (karena
gak tau kondisi bagan, saya bawa laptop buat nyicil naskah episode
sebelumnya)..sementara wisnu mulai beradaptasi sama lingkungannya
barunya.... keliling bagan.. badan wisnu lumayan ramping alias kurus..
dia lincah sekali loncat sana sini sambil bawa kamera...
sekitar jam 22.00 wita, pak asdar mulai mengangkat jaringnya..awalnya
saya cuma dengar teriakan riang anak anak talent kami lihat hasil
tangkapan teri... lama lama saya jadi penasaran juga.. akhirnya saya
beranikan diri keluar gubuk derita itu..bak pengumpul ikan teri dan
tempat memasaknya gak jauh sih dari gubuk cuma sekitar 3 meter aja.. di
belakang gubuk persis. tapi jalan buat kesana ituloh, yang penuh
cobaan... saya harus meniti bambu lagi sambil pegangan atap gubuk.. dan
dibimbing pak camat tentunya...tapi kali ini gak ada ketawa wisnu, dia
lagi sibuk ambil gambar sendiri.. astaga.. saya jadi gak tega sama anak
itu.. saya harus berani..paling nggak, saya ada di sekitar dia, bukannya
malah sembunyi di gubuk..kan senasib sepenanggungan...
malam itu tangkapan teri cukup bagus kata haji asdar.. haji asdar dan
para nelayan bagan sebatik punya perhitungan tanggal berdasarkan bulan..
akhir bulan sampai awal bulan katanya tangkapan bagus karena arus
sedang tenang..apalagi kalau sedang musim angin selatan, antara bulan
juni sampai nopember. saat itulah yang paling ideal untuk menjaring
teri, karena arus laut cukup tenang saat malam, dibandingkan musim
lainnya..
setelah diangkat ikan teri dipilih, dipisahkan dengan hewan laut lainnya
yang ikut terjaring..ada ubur ubur gede (langsung dibuang ke laut
lagi), trus ama sotong (yang ini enak)... ikan teri langsung direbus,
kata haji asdar inilah yang bikin teri ambalat enak. rebusnya pakai air
laut campur garam.. maksudnya ditambah garam lagi. meskipun air laut
sudah asin, tetap harus tambah garam supaya hasilnya kering dan bagus..
haji asdar sudah tau takaran pas untuk garamnya.. 15 liter air + 0,5 kg
garam untuk 4 kali perebusan. Setelah direbus, teri langsung
ditiriskan.. dan siap untuk dijemur..
Malam itu saya dan wisnu memang bertekad nggak tidur untuk melengkapi
gambar di bagan. apalagi waktu angkat jaring pertama, wisnu nggak dapat
gambar lengkap, karena bingung mau yang mana duluan sementara dia gak
mungkin gerak cepat dengan kondisi bagan kayak gitu.. kami rencana akan
ambil gambar angkat jaring kedua jam 2 dini hari..
tapi rencana tinggal rencana.. tepat jam 12 malam hujan deras turun...
tutup kamera, masuk ke gubuk derita.. sementara wisnu, haji asdar, pak
camat dan yang lainnya tidur diatas jaring berselimut plastik terpal..
gak ada yang bisa kami lakukan lagi..dari pada kameranya basah trus
rusak, tambah panjang itu urusannya...
pk. 05.00 wita saya terbangun... semburat merah jingga menerobos ke
pintu gubuk.. SUNRISE.. bisa dibilang saya gak punya perasaan waktu
itu.. tapi demi gambar bagus, biarin ajah... saya minta haji asdar
bangunkan wisnu sampai bangun..dan saya langsung kasih tripod dan
kameranya, gak peduli dia masih setengah merem... mentari terbit indah
sekali... luar biasa.. sambil nunggu mentari, haji asdar dan pak camat
membakar sotong untuk sarapan... subhanalloh... uenaaak banget... sotong
bakar terasa manis gurih, meskipun tanpa bumbu...
semua ketakutan saya tadi malam hilang.. menikmati mentari sambil makan
sotong... tapi tetep deg degan, gara2 wisnu ambil gbr dari ujung bagan
dan tetep pake tripod.. salut...tapi bikin saya berdoa sepanjang dia
ambil gambar sunrise..
sambil makan sotong saya dengarkan pengalaman haji asdar membangun usaha
ikan terinya... cerita yang membuat saya sungguh kagum akan
keuletannya...
Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan ini awalnya nggak ada niat jadi
nelayan bagan.. Asdar muda merantau meninggalkan bone 12 tahun lalu,
untuk bekerja di Malaysia.. dengan kapal laut, sampailah ia di pulau
sebatik, pulau terluar Indonesia yang berbatasan langsung dengan
Malaysia.. Asdar pun bekerja di negeri tetangga sebagai buruh di
perusahaan kayu.. hanya 3 bulan bertahan.. "tidak ada untung kerja di
Malaysia,biaya hidup tinggi" kenang haji asdar..
mulanya asdar muda ingin kembali ke tanah bone..tapi, tertahan karena
salah satu kerabatnya yang tinggal di desa sungai nyamuk, sebatik
mengajaknya bekerja di sawah..
darah pelautnya tak bisa membuatnya bertahan lebih lama di sawah.. cukup
4 bulan saja, dan asdar muda kembali ke laut..menjadi nelayan udang
bersama sepupunya yang tinggal desa sungai taiwan, desa yang kini
ditinggalinya..
Dalam satu bulan, haji asdar bisa mengumpulkan uang 200 RM.. hanya 10
bulan ia menjadi buruh penangkap udang.. setelah menikah dengan
Samsidar, wanita bone yang besar di Sebatik, haji asdar dapat pinjaman
perahu dari sang mertua....
keuletan asdar muda teruji disini... hanya 2 tahun, ia bisa membeli
perahu sendiri.. dan menjalankan usahanya sendiri... Haji asdar menjadi
nelayan tangkap udang selama 7 tahun, dan selama itu haji asdar punya 11
perahu penangkap udang dan belasan anak buah...
tapi kejayaan udang nggak berlangsung lama.." tangkapan udang berkurang
sejak banyak kapal trawl dari Malaysia...." dan mulai tahun 2004, haji
Asdar mulai membangun bagan tancap pertamanya...haji asdar memang
nelayan yang ulet... dari hanya 1 bagan, kini ia punya 7 bagan dengan
sistem komisi untuk nelayan yang mengelolanya.. haji asdar sudah jadi
tauke ikan teri...
haji asdar nggak sendiri... istrinya samsidar juga punya andil besar...
mereka berbagi tugas.. jika haji asdar di bagan, sang istrilah yang
bertugas membawa teri kering ke pasar tawau Malaysia...
di Malaysia, teri kopek dari ambalat terkenal dengan bilis sutra. bilis
berarti teri.. oleh pedagang pasar, tiap kilogramnya dihargai 8,5 RM
atau sekitar Rp.25.000,-
dari 7 bagan miliknya, haji asdar menerima sekitar 3 juta rupiah tiap bagan... penghasilan yang cukup besar bukan??...
luar biasa memang...pak haji yang ada di depan saya ini relatif masih
muda.. sosoknya santun dan bersahaja.. umurnya belum sampai 40 tahun,
tapi sanggup mengubah nasibnya dari buruh udang tangkap jadi tauke ikan
teri di pulau Sebatik...saya semakin semangat menyimak
ceritanya...sambil tetap mengunyah sotong bakar tentunya...
semua sukses keluarga haji asdar bukan tanpa cobaan.. awalnya haji asdar
mendirikan bagannya sangat dekat dengan perbatasan.. ini membuatnya
sering dapat teror dari tentara laut Malaysia...apalagi waktu itu belum
banyak patroli TNI AL.. haji asdar tak gentar.. karena ia hanya cari
rejeki di ambalat.. dan bukan tanpa alasan nelayan sebatik membangun
bagan di perairan ambalat.. semula alasannya sangat sederhana.."disini
arusnya kecil, jadi banyak ikan terinya"...
tapi akhirnya haji asdar mengalah... ia pun memindahkan bagannya ke
bagian selatan.. dan membangun bagan bagan berikutnya.. " saya senang,
sekarang ada patroli.. jadi tenang"... sengketa ambalat, bisa jadi
membawa berkah bagi haji asdar dan nelayan sebatik lainnya.. keamanan
mereka terjamin sekarang, karena TNI AL rajin patroli di perairan
itu.Untuk urusan sengketa Ambalat, haji Asdar tidak takut.. ia yakin
perairan Ambalat itu milik NKRI...
Jangan pertanyakan nasionalisme haji Asdar, meskipun tiap hari ia
menggunakan mata uang ringgit untuk transaksi, dan menjual terinya ke
Tawau, Malaysia. Karena bagan bagan yang didirikannya kini tak sekedar
untuk mencari nafkah..."bagan bagan kami, nelayan Sebatik ini akan jadi
penanda bahwa Ambalat milik Indonesia, untuk menjaga wilayah Republik
Indonesia..." matanya menerawang jauh ke cakrawala di ufuk timur...
menyudahi ceritanya...
kata kata haji asdar terus terngiang, saat saya mengunjungi mercusuar
karang unarang keesokannya.. dan saat kami harus kembali melengkapi
gambar di bagan, dua malam berikutnya... (yang ini gak pake nginep, mau
ada badai katanya...)
dan nggak cuma haji asdar yang yakin ambalat milik kita, saya pun juga..
jadi seharusnya tak perlu ada sengketa..karena sudah pasti milik
kita... milik NKRI..
malam itu, bintang bertaburan bagai bunga di langit Ambalat. cahaya
bulan berpendar lembut, mengiringi perjalanan kami dari bagan menuju
desa... indah sekali...menatap langit sambil tiduran di perahu terasa
begitu damai... subhanalloh...
Salut untuk para nelayan Sebatik dan masyarakat yang tinggal
perbatasan.. mereka setia menunggu janji pemerintah untuk serius
membangun wilayah perbatasan..
ps: from Ambalat with love...