Berpayung
Bawa Motor
Oleh UBAY KPI
Senin
lalu, bertepatan dengan tanggal 23 Mei 2011 cuaca Kota Pontianak sudah
menampakkan kemendungan bertanda akan hujan. Dan betul sekali, hujan pun turun
sekitar pukul enam sore lewat di bagian Kota Pontianak. Di daerah Sungai Jawi
sebelumnya masih hujan, namun di daerah timur Kota Pontianak, Tanjung Raya dan
sekitarnya sudah menampakkan hujan terlebih dahulu turun. Itu saya ketahui
setelah dari Sungai Jawi kutemukan jalan sudah basah dan beberapa ruas jalan
sudah tergenang. Saya pulang dari Sungai Raya setelah ngantar pulang kawan
sekitar pukul enam sore, dan sejak dari Sungai Jawi gerimis sudah turun namun
tetap kulanjut pulang.
Sesampainya
di Jalan Gajah Mada gerimis sekamin besar menetes dari langit Tuhan, beberapa
pengedara sepeda motor berhenti mengambil jas hujan atau mantel, dan sebagian
yang mungkin memang tidak bawa atau tidak punya mantel, termasuk saya sendiri
lanjut memacu sepeda motor. Suasan jalan raya agak ramai meskipun tak seramai
ketika jam pulang kerja sekitar pukul 16.00-17.00. sesampainya di persimpangan
Jalan Tanjung Pura – Imam Bonjol gerimis semakin membesar, tetesan rahman Tuhan
itu semakin membasahi celana yang saya pakai yang memang sangat mudah terserap
air. Tak ada kata lain, selain lanjut. Untuk berteduh tidak mungkin karena masih
belum salat maghrib dan jarak perjalan menuju rumah di Parit Lambau Desa Mega
Timur, Kecamatan Sungai Ambawang, Kubu Raya sangat jauh. Masih berjatak puluhan
kilo meter.
Hujan
semakin lebat, dan pikiran saya tertuju pada tas ransel yang saya bawa berisi
notebook dan beberapa berkas. Meskipun ransel yang gunakan (merk bodypack coy)
tidak mudah tembus air. Namun saya tetap khawatir. Untuk mencari plastic
seukuran ransel sangat sulit, dimasukkan ke jok motor sangat tidak mungkin
karena bukan motor spacy helm in (maklum motor KTM yang sudah butut). Sambil
membawa sepeda motor pikiranku was-was dengan barang di dalam tas. Sesampainya
di Tanjung Raya batul-betul lebat. Sore itu saya hanya membawa payung
satu-satunya yang bisa menjadi pengaman untuk ransel. Payung itu bukan saya
beli, namun hadiah doorprize ketika saya mengikuti press conference Astra Honda
Motor di Mercure Hotel pada pagi harinya. Pas di depan kampus STIE Pontianak
yang berada di Jalan Sultan Hamid, jalan raya penghubung dari Tanjung Raya II ke
Tanjung Hilir yang juga jalan utama Kota Pontianak menuju daerah barat
Kalimantan Barat saya hentikan motor. Di depan dan di belakang saya juga ada
pengendara yang berhenti untuk memakai mantel. Ketika orang sibuk dengan
menggunakan mantel, saya hanya menarik tali ransel untuk meninggikan supaya pas
menyandar ke punggung, dan saya tarik payung yang dikaitkan ke stang motor dan
saya buka untuk menjaga ransel dari air hujan. Suatu langkah yang sangat langka
dipraktikkan banyak orang pengendara sepeda motor. Enjoy dan merasa tenang
pikiranku, ransel sudah aman, hanya bagian badan depan saja yang terkena
tempias hujan.
Dengan
membawa motor satu tangan karena satunya memegang payung, saya lanjutkan
perjalanan pulang. Selama perjalanan sama sekali tidak bisa memacu dengan
cepat, sebab dengan kecepatan 20 Km per jam saja payung sepertinya sudah ingin
berputar berbalik bak parabola, ditambah lagi deru angin kendaran yang saling
berlawanan arah. Mengambil jalur paling tepi adalah pilihan saya, namun hal itu
masih tetap saja tidak aman. Berkali-kali payung terasa ingin berubah wujud
menjadi parabola, apalagi ketika saya tidak sadar tarikan gas motor saya
semakin kuat. Beberapa pengendara tampak menoleh ke arah saya melihat kejunilan
yang saya lakukan, tapi saya tidak tahu apa anggapan mereka yang sedang saya
lakukan. Yang pasti pikiranku mane duli mereka punya anggapan seperti
apa, yang penting ranselku aman. Sampai di simpang Tanjung Hulu saya yang
berhenti di lampu merah kembali tampak wajah yang berbeda pengendara lain
melihat tingkah saya. Tapi mereka tidak ada yang bertanya. Pelan namun pasti
tetap saya pegang payung untuk tidak lepas oleh terpaan. Terasa motor agak
lebih berat, mungkin karena payung itu yang berlawanan dengan angin.
Pegangan
semakin kuat ke gagang payung ketika
saya melintasi tol atau jembatan Landak. Karena berada di atas sungai angin
lebih kuat. Sangat pelan sekali saya bawa motor, sebab bila tidak payung baru hadiah dari Astra
Motor pasti berubah wujud. Setelah turun dari tol Landak, payung baru bertulis
one heart (satu hati) itu masih utuh dan bagus.
Nah,
di persimpangan lampu merah Jalan Gusti Situt Machmud Siantan bertepatan dengan
lampu merah lagi, saya lihat situasi aman untuk melanggar lalu lintas, langsung
tanpa pikir tancap melewati lampu merah. Pas dari arah Jalan 28 Oktober arah
yang berlawanan saya berpapasan dengan pengendara cowok dan cewek, entah suami
istri, pacara, atau kerabat sata tidak tahu, namun saya lihat si cewek memegang
ke bagian depan badan di cowok. Ia berhenti di lampu mereka, pas lewat di
samping mereka saya masih palingkan muka melihatnya dan tampak mereka berdua
tersenyum, saya yakin mereka pasti heran melihat saya yang pakai payung sambil
bawa motor. Mereka memperhatikan saya sampai saya lepas sekitar lima meter dari
mereka. Pikiranku semakin bertanya, apa anggapan mereka dengan sikap saya?
Sambil berjalan saya tetap penuh tanda tanya kepada mereka yang tidak saya
tahu.
Tapi
bagiku hal itu bukanlah suatu hal yang memalukan. Sikap yang sangat jarang
sekali dilakukan banyak orang. Toh banyak dari orang yang banyak dikenal orang
karena kejunilannya, seperti Norman Kamaru, ia tenar karena sikapnya yang tidak
banyak dilakukan orang, Tukul Arwana dengan guyonan kikuknya dan
cipika-cipikinya ia dikenal orang, dan pelantun lagu Udin Sedunia juga
demikian. Dalam diri saya, yang penting tidak merugikan orang lain dan tidak
salah secara hukum saya lakukan, biarlah mereka beranggapan apa, itu adalah HMM
(hak masing-masing) mereka.
Kejunilan
yang baru saya lakukan mengingatkan saya pada pertama kali saya belajar bekerja
sendiri. Pertama saya menjadi tukang pembeli kardus, di lingkungan kampung
tempat saya tinggal tidak ada orang yang bekerja sebagai penampung kardus
bekas, begitu juga ketika saya melakoni sebagai pengecer Koran di perempatan
jalan yang akhirnya menjadi inspirasi saya untuk kuliah di Program Studi
Komunikasi Penyiaran Islam Jurusan Dakwah STAIN Pontianak yang menggodok
mahasiswa salahsatunya menjadi jurnalis
atau wartawan, hingga kahirnya saya betul-betul menjadi wartawan, dan ketika
saya berkepala plontos pada pertama kali mengikuti Orientasi Pengenalan
Akademik (OPAK) STAIN Pontianak hingga akhirnya saya banyak dikenal oleh
mahasiswa baru angkatan 2009, dan ketika saya banyak nyeloteh ketika Mukernas
Forkomnas-KPI di Kediri hingga akhirnya seluruh peserta Mukernas yang berjumlah
kurang lebih seratus orang tahu dengan nama saya, Ubay. Dan pada waktu yang
sama saya memperkenalkan nama saya dengan embel-embel KPI, nama Prodi saya di
belakang nama saya sehingga banyak mahasiswa Program Studi Komunikasi Penyiaran
Islam se-Indonesia juga menambahkan embel-embel pada akun FB-nya. Dan banyak
lagi kejunilan yang lakukan dan mampu mengantarkan saya banyak dikenal banyak
teman.
Hujan
semakin reda hanya gerimis kecil yang ada ketika saya memasuki jalan ke kampus
Poltekkes Pontianak di dekat lapangan gol Jalan 28 Oktober. Udah tanggung pakai
payung, saya tetap lanjutkan berpayung hingga sampai masuk kampung yang dari
Jalan 28 Oktober masih berjarak 7 kilometer. Payung baru saya tutup ketika
sampai di tempat kawan saya di Parit Naim, kampung yang ada di perbatasan
antara Kota Pontianak sebelah utara bagian timur dengan Kubu Raya. Saya mampir
di tempat kawan untuk mengambil minicompo yang diperbaiki oleh kawan saya.
Berpayung
membawa motor. Ya, suatu hal yang langka. Esensinya, lakukanlah suatu hal yang
yang tidak melanggar aturan meskipun hal itu menurut orang lain tidak baik atau
mencengangkan banyak orang karena suatu hal yang tidak lazim. Lakukanlah apa
yang menjadi manfaat bagimu selama itu tidak merugikan orang lain dan melanggar
syariat. Lawanlah rasa malu, karena malu itu bagian dari krikil-krikil tumpul
yang siap menyerangmu mencapai cita-cita. “Memalukan bukan berarti kita salah,
tapi malu-maluin orang lain sudah pasti sangat salah”. Sok bijak dikit tap ape
kan.
Berpayung
bawa motor bukan hal yang memalukan, tapi mengakses situs porno dan kepergok
hak layak ramai, korupsi dana pembangunan asrama atlet Sea Games di Palembang,
menggelembungkan anggaran dan membuat pertanggungjawaban fiktif, dan plagiat
dalam karya tulis itu sudah pasti memalukan.
Semoga
bermanfaat dan ada hikmah dari catatan apa yang saya lakukan. Barakallahu
fikum.
Wallahu
‘alam bisshowab.
Insan dloif, ZZ
Sendiri
di kamar, Selasa, 24 Mei 2011, pukul 23.32